Tentara Myanmar (Foto: Getty Images)

JAKARTA, Eranasional.com – Indonesia melalui tiga BUMN yang memproduksi persenjataan, dituding memasok senjata ke rezim junta militer Myanmar yang melanggar HAM. Tudingan itu ditepis Indonesia.

Tudingan berawal dari informasi kelompok masyarakat sipil yang terdiri dari The Chin Human Right Organization (CHRO), Myanmar Accountability Project (MAP), dan mantan Jaksa Agung RI yang juga mantan Ketua Tim Pencari Fakta PBB untuk Pelanggaran HAM di Myanmar, Marzuki Darusman.

Pada siaran pers bertanggal l2 Oktober 2023 yang disiarkan akun X (Twitter) @ChinHumanRights, mereka menyatakan pembuat senjata dari Indonesia dituding menjual secara ilegal produknya ke otoritas Myanmar. Mereka menuntut adanya investigasi untuk memastikan dugaan ini.

“Dugaan ini meliputi promosi dan dugaan penjualan dari pistol, senjata serbu, amunisi, kendaraan tempur, dan perlatan lain ke militer Myanmar selama dekade terakhir, termasuk potensi adanya penjualan setelah percobaan kudeta Februari 2021,” kata kelompok masyarakat sipil tersebut.

Adapun tiga BUMN yang dituding menjual senjata militer ke Myanmar adalah PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia. Marzuki Darusman menyatakan tiga BUMN tersebut ada di bawah kendali langsung oleh pemerintah Indonesia.

“Fakta bahwa peralatan pertahanan telah dipromosikan secara aktif setelah kampanye genosida terhadap Rohingnya dan kudeta 2021 itu menimbulkan perhatian serius dan keraguan terhadap kemauan pemerintah Indonesia untuk memenuhi kewajiban di bawah hukum HAM internasional dan hukum humanitarian,” ucap Marzuki Darusman.

Dia pun mendesak Komnas HAM Indonesia untuk menginvestigasi dugaan ini.

Tentara Myanmar (Foto: Getty Images)

Cara Memasok Senjata ke Myanmar

Dari hasil investigasi mereka menyebutkan agar senjata buatan tiga BUMN Indonesia dapat masuk ke Myanmar perantaranya adalah sebuah perusahaan swasta di Myanmar bernama Tue North Company Limited.

Perusahaan itu disebut miliki Htoo Shein Oo, putra dari Menteri Perencanaan dan Keuangan dalam junta militer Myanmar, Win Shein. Win Shei sendiri telah dijatuhi sanksi oleh Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Uni Eropa

Kelompok Justice for Myanmar mendesak agar True North Company Limited dan pemiliknya dijatuhi sanksi.

Direktur MAP, Chris Gunnes mendesak pemerintah Indonesia mengusut tuntas dugaan keterlibatan PT Pindah dan dua BUMN lainnya, karena telah menyuplai persenjtaan kepada militer Myanmar yang kejam.

Indonesia kini adalah Ketua ASEAN dan bagian dari Troika atau Kelompok Penyelesaian Konflik Myanmar di bawah kepemimpinan Laos yang akan memfasilitasi implementasi Lima Poin Konsensus ASEAN.

Indonesia dinilai kelompok masyarakat sipil itu harus membuktikan ke rakyat Myanmar telah melakukan langkah yang konkret untuk mengusut dugaan tersebut.

“Hasil penyelidikan kami telah menemukan bukti-bukti yang menunjukkan adanya standar ganda yang mengejutkan,” kata Chris Gunnes.

Tentara Myanmar (Foto: Getty Images)

Menanggapi itu, Komnas HAM Indonesia mengaku telah menerima laporan mengenai isu penjualan senjata dari tiga BUMN ke militer Myanmar.

“Kami telah menerima laporan, Selasa (3/10) kemarin. Sesuai mekanisme, pengaduan akan dianalisis di bagian pengaduan. Kami akan menindaklanjuti sesuai kewenangan Komnas HAM dan berdasarkan analisis kasus,” kata Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah, Rabu (4/10/2023).

Bantahan BUMN Indonesia

Tudingan itu dibantah oleh tiga BUMN Indonesia yang memproduksi alat pertahanan yang tergabung dalam holding BUMN bernama DEFEND ID, yaitu PT Len Industri, PT Dahana, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAI Indonesia.

“DEFEND ID tidak pernah melakukan ekspor produk industri pertahanan ke Myanmar pasca-1 Februari 2021 sejalan dengan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 75/287 yang melarang suplai senjata ke Myanmar,” kata DEFEND ID.

DEFEND ID menyatakan selalu selaras dengan kebijakan politik luar negeri pemerintah Indonesia, dan PT Pindad telah menghentikan ekspor produknya ke Myanmar sejak dua tahun lalu.

“Kami pastikan bahwa PT Pindad tidak melakukan kegiatan ekspor produk alpalhankam (alat peralatan pertahanan dan keamanan) ke Myanmar, terutama setelah adanya imbauan Dewan keamanan PBB pada 1 Februari 2021 terkait kekerasan di Myanmar,” tulis DEFEND ID.

Mereka mengakui sempat mengeskpor amunisi ke Myanmar pada 2016. Namun, amunisi itu berspesifikasi sport untuk keperluan Myanmar mengikuti olahraga tembak ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) 2016.

DEFEND ID juga menegaskan PTDI dan PT PAL tidak menjual produknya ke Myanmar.

“Dapat kami sampaikan tidak ada kerja sama maupun penjualan produk alpahankam dari kedua perusahaan tersebut ke Myanmar,” pungkas DEFEND ID.