
Sementara, peristiwa angin topan akan menyebabkan 10,3 juta anak terpaksa mengungsi. Sedangkan gelombang badai dapat menyebabkan 7,2 juta anak mengungsi di masa depan.
“Bagi para korban yang terpaksa mengungsi akan menyebabkan ketakutan dan dampaknya bisa sangat menghancurkan. Muncul kekhawatiran pada anak-anak itu , apakah mereka akan kembali ke rumah, melanjutkan sekolah, atau harus dipaksa pindah lagi,” kata Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell.
Menurut Cathrerine, keputusan untuk pindah mungkin telah menyelamatkan hidup anak-anak, tetapi juga mengganggu mereka.
Dibahas di Pertemuan Iklim COP28
UNICEF pun meminta para pemimpin dunia untuk mengangkat isu ini dalam pertemuan iklim COP28 di Dubai, Arab Saudi pada November dan Desember 2023.
Laura Healy mengatakan bahwa anak-anak, termasuk mereka yang terpaksa berpindah tempat, harus dipersiapkan untuk hidup di dunia yang mengalami perubahan iklim, meskipun dampak perubahan iklim ini semakin meningkat dan mempengaruhi sebagian besar bumi.
Disebutkan, China, India, dan Filipina adalah negara-negara dengan jumlah pengungsi terbesar, yakni hampir 23 juta dalam enam tahun terakhir. Selain jumlah penduduknya yang besar dan lokasi geografis, tetapi bencana evakuasi yang mereka lakukan juga sangat minim dan terlambat.
Namun, secara proporsional, Afrika dan negara-negara kepulauan kecil adalah yang paling berisiko. Setidaknya 76 persen dari total anak yang mengungsi dari tahun 2016-2021 merupakan anak-anak di Dominika. Sedangkan Kuba dan Saint-Martin, angkanya lebih dari 30 persen.
Tinggalkan Balasan