PALESTINA, Eranasional.com – Rumah Sakit Indonesia di Gaza tak bisa beroperasi akibat tidak adanya pasokan bahan bakar dan obat-obatan.

Meski begitu, Kepala Presidium MER-C dr Sarbini Abdul Murad memastikan para tenaga medis tidak akan meninggalkan rumah sakit meskipun beberapa kali nyaris terkena serangan roket militer Israel.

Untuk mengatasi persoalan ini, pengamat Timur Tengah Tia Mariatul Kibtiahmeminta kepada pemerintah Indonesia untuk lebih aktif melakukan diplomasi ke negara-negara di dunia agar tercipta genjatan senjata demi kemanusiaan.

Sebab bagaimana pun, menurut Tia, rumah sakit tersebut adalah simbol wajah Indonesia sebagai negara yang tidak boleh diperlakukan semena-mena.

Menyikapi persoalan di Jalur Gaza, Presiden Joko Widodo (Jokowi) datang ke Arab Saudi untuk berunding dengan negara-negara anggota OKI. Setelah itu dia menemui Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, untuk mendesak penghentian perang Hamas-Israel.

Kondisi RS indonesia di Gaza

Kepala Presidium MER-C, dr Sarbini Abdul Murad, mengatakan serangan kembali dilancarkan militer Israel ke area sekitar RS Indonesia pada Kamis (09/11) malam.

Serangan udara jet tempur itu membuat beberapa plafon bangunan ambruk, jendela dan lemari yang terbuat dari kaca pecah.

“Bangunan rumah sakit masih utuh, hanya bagian dalam yang rusak karena getaran roket militer Israel sangat kencang,” jelasnya.

Sasaran dari serangan tersebut, lanjut Sarbini, adalah kamp-kamp pengungsian yang jaraknya tak lebih dari 100 meter dari rumah sakit.

Ia menduga serangan berkali-kali ini dimaksudkan untuk meneror warga yang berlindung di rumah sakit agar pindah. Dengan begitu militer Israel bisa menghancurkan Rumah Sakit Indonesia yang dituduh sebagai tempat berlindung kelompok Hamas.

“Karena masyarakat berlindung di sana, enggak bisa diserang sebab akan banyak sekali jatuh korban. Jadi mereka militer Israel melakukan serangan dan teror ke area yang paling dekat dengan rumah sakit,” tuturnya.

Saat ini Rumah Sakit Indonesia tidak hanya diisi oleh pasien yang membutuhkan perawatan, tetapi warga sekitar yang mencari perlindungan. Mereka memadati tiga lantai rumah sakit beserta halaman depan.

Para dokter dan perawat, menurut Sarbini, tak mungkin mengusir mereka lantaran rumahnya sudah tidak aman.

Sementara untuk merawat korban luka, dokter di sana hanya bisa berbuat seadanya.

“Contoh kalau ada yang luka dibersihkan dengan air seadanya, bukan cairan khusus, lalu ditutup perban. Jadi bukan standar normal dijahit. Tidak memenuhi standar dan dilakukan dengan keterbatasan,” ungkap Sarbini.

Dia juga mengatakan pasokan bahan bakar yaitu solar sudah habis. Begitu juga dengan persediaan obat-obatan, makanan, minuman menipis. Sehingga para staf medis terpaksa melakukan penghematan yang luar biasa.

Situasi seperti ini membuat rumah sakit lumpuh. (*)