Ilustrasi (Foto: Net)

Istilah itu merujuk pada perpindahan orang-orang pintar dan terdidik ke luar negeri sehingga negara asalnya kehilangan otak yang terampil.

“Yang jadi masalahnya, orang-orang produktif memiliki keahlian expertise dan talenta-talenta terbaik, ini kan merupakan aset. Bagaimana kita menjaga mereka supaya tetap ada di Indonesia? Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama,” ujarnya.

Sementara itu, Duta Besar Indonesia di Singapura, Surypratomo mengatakan angka 1.000 WNI per tahun pindah kewarganegaraan sebenarnya terbilang sedikit dibandingkan jumlah WNI di negara tersebut yang sekitar 250.000, termasuk 5.000 mahasiswa dan 160.000 pekerja domestik.

Dia memperkirakan angka 1.000 WNI per tahun juga mencakup para pengusaha dan warga lanjut usia (lansia) yang memutuskan menetap di Singapura setelah pandemi COVID-19.

Menurut dia, banyak WNI lansia merasa lebih nyaman tinggal di Singapura karena sistem kesehatan dan lingkungan lebih baik.

“Banyak orang memutuskan untuk menjadi warga negara Singapura karena merasa lebih aman hidupnya kalau nanti terjadi pandemi lain,” kata Suryopratomo.

Namun, Suryo tidak memungkiri bahwa brain drain tampaknya benar-benar terjadi. Untuk mencegah itu, Indonesia perlu menawarkan kehidupan yang lebih menyenangkan, lebih nyaman, lebih menantang, serta lebih banyak ruang untuk maju.