Tentara Myanmar (Foto: Getty Images)

Menanggapi itu, Komnas HAM Indonesia mengaku telah menerima laporan mengenai isu penjualan senjata dari tiga BUMN ke militer Myanmar.

“Kami telah menerima laporan, Selasa (3/10) kemarin. Sesuai mekanisme, pengaduan akan dianalisis di bagian pengaduan. Kami akan menindaklanjuti sesuai kewenangan Komnas HAM dan berdasarkan analisis kasus,” kata Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah, Rabu (4/10/2023).

Bantahan BUMN Indonesia

Tudingan itu dibantah oleh tiga BUMN Indonesia yang memproduksi alat pertahanan yang tergabung dalam holding BUMN bernama DEFEND ID, yaitu PT Len Industri, PT Dahana, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAI Indonesia.

“DEFEND ID tidak pernah melakukan ekspor produk industri pertahanan ke Myanmar pasca-1 Februari 2021 sejalan dengan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 75/287 yang melarang suplai senjata ke Myanmar,” kata DEFEND ID.

DEFEND ID menyatakan selalu selaras dengan kebijakan politik luar negeri pemerintah Indonesia, dan PT Pindad telah menghentikan ekspor produknya ke Myanmar sejak dua tahun lalu.

“Kami pastikan bahwa PT Pindad tidak melakukan kegiatan ekspor produk alpalhankam (alat peralatan pertahanan dan keamanan) ke Myanmar, terutama setelah adanya imbauan Dewan keamanan PBB pada 1 Februari 2021 terkait kekerasan di Myanmar,” tulis DEFEND ID.

Mereka mengakui sempat mengeskpor amunisi ke Myanmar pada 2016. Namun, amunisi itu berspesifikasi sport untuk keperluan Myanmar mengikuti olahraga tembak ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) 2016.

DEFEND ID juga menegaskan PTDI dan PT PAL tidak menjual produknya ke Myanmar.

“Dapat kami sampaikan tidak ada kerja sama maupun penjualan produk alpahankam dari kedua perusahaan tersebut ke Myanmar,” pungkas DEFEND ID.